Selasa, 08 Mei 2012

Sci-Fi Part. 1

Pernah datang ide untuk mbuat karya bergenre science fiction/fiksi ilmiah. Tapi terlalu malas untuk membuatnya dalam format novel. (krn scr semua novel saya gak ada yang selesai, jadi agak malas untuk membuat baru)
So, terinspirasi dari Back To The Future series, game Sin of the Solar Empire, dan seri fiksi ilmiah Fringe, saya memulai seri baru.

Judulnya mirip sama temanya: "Semesta Paralel", ato bahasa kerennya: "Parallel Universe"
Sebetulnya banyak juga orang yang buat seperti ini. Tapi kemudian, yah dicoba aja lah. Itung2 belajar. :-)
So, gak usah nunggu lama2 lagi!
Selamat membaca!! ;-)


"Real Me"
Semesta Paralel

Ch. I

2035

10 Agustus 2011
15.30 WIB
Segala tugas dan ujian sudah terlewati. Huaaaahhhh….., badanku sangat lelah rasanya. Penat. Letih. Terlebih sekarang sudah masuk hari kesepuluh Ramadhan. Penyelesaian tugas di tengah puasa sangat menyiksa…., uuuuufff……t! Siang ini sukses sudah pengumpulan tugasku. Jerih payah yang panjang terselesaikan dengan sempurna. Hemmm…., PUAS!!!
Semenjak dari kampus tadi, kuhabiskan waktu siangku dengan tidur pulas. Walaupun cukup panas juga siang itu. Namun…….PUAS!! Tidur sepanjang siang? Apa kamu tidak sholat? Pertanyaan itu yang muncul di benak kalian kan? Haha…, walau mepet, aku masih sempat melaksanakan sholat zhuhur, tadi.
Waktu buka masih dua setengah jam lagi. Kepalaku agak pening. Beberapa hari yang lalu aku sempat sakit, dan hari ini sebetulnya aku masih belum begitu fit. Sore ini keliatannya masih mengandung panas siang tadi. Jalan-jalan santai sepertinya tidak ada salahnya. Aku segera bergegas berpakaian. Pening kepala agak enakan kalau jalan dibawah panas matahari. Hmm…., pakai jaket sepertinya gak ada salahnya juga. Biar lebih HOT!!
16.00 WIB
Aku sampai di perempatan Milo. Perjalanan kemari cukup menyenangkan walaupun aku cuma berjalan sendirian dan tentu, senantiasa ditemani asap knalpot. Wew, peningku sedikit berkurang. Panas badanku terasa naik dan keringat berleleran. Aku cukup nyaman dengan semua ini. Di sudut persimpangan Milo, aku melihat sekeliling. Menikmati keramaian sore hari dengan senyum mengembang. Pandanganku terhenti pada jembatan penyebrangan yang melintang tepat di sebelah kiriku. Sepertinya naik kesana dan menikmati angin jalan tidak ada salahnya.
Satu-persatu tangga kayu kunaiki. Deritnya menandakan bahwa umurnya telah tua. Beberapa lubang terlihat di beberapa tempat di tangga tersebut. Menuntutku untuk ekstra hati-hati dalam menaikinya. Derit-derit kayu menghiasi langkah-langkah kakiku di jembatan penyebrangan tersebut. Aku berhenti ditengahnya dan menghadapka tubuhku kearah barat. Kendaraan-kendaraan berseliweran dibawahku. Membawa gesekan udara dan mencipta angin melewati jembatan dan diriku. Kuhirup dalam-dalam udara yang terasa sejuk membelai diriku sembari memejamkan mata.
Tiba-tiba mataku berkunang. Dunia terasa berputar. Aku membalikkan badan dan bersandar di pembatas. Sejenak peningku berkurang. Kuputuskan untuk kembali saja. Aku bangkit dan segera berjalan kembali. Namun peningku kembali. Kali ini lebih parah. Mataku berkunang-kunang, sebelum akhirnya……………… gelap.
10 Agustus 2035
Byurr…!!!
Reflex aku menutup mulut dan menahan napas.
Air??
Perlahan aku mengerjap. Pandanganku agak kabur, namun perlahan-lahan semakin jelas. Tanaman-tanaman karang menempel dan menari di tiang-tiang dan pembatas besi jembatan penyebrangan tersebut. Sementara aku sendiri melayang diatas kayu pijakan jembatan. Kulihat sekeliling. Dunia sudah berubah. Terdapat gedung tinggi menjulang di tiap sudut persimpangan
Dimana ini??
Suasana agak gelap dan suram. Tanaman karang menempel di semua tempat. Namun tak ada ikan satupun yang terlihat. Kusadari posisiku sudah bergeser cukup jauh dari tempat semula. Seperti ada arus kecil yang mendorongku bergerak menjauh dari sana. Aku membalikkan badan. Jalannya agak berubah, tapi aku masih mengenalinya. Dikiri-kanannya terdapat gedung-gedung besar dan kecil.
Tiba-tiba aku merasa sesak. Segera aku mengayuh tangan dan kakiku dan bergerak kepermukaan. Ditengah perjuanganku itu, telingaku menangkap sebuah suara lenguhan panjang bernada rendah. Reflex kulemparkan pandangan ke sumber suara. Searah dengan pandanganku, terdapat makhluk berukuran raksasa. Makhluk tersebut berenang kearahku dengan gaya berenang seekor hiu. Suasana sekitar yang suram memberiku sedikit penerangan untuk melihat secara jelas makhluk tersebut. Makhluk tersebut membuka mulutnya yang besar. Dan segera arus air mendorongku masuk kearahnya mulutnya.
Antara hidup dan mati, setengah putus asa aku berenang menjauhi mulut menganga tersebut. Kekuatan arus yang bergerak masuk kemulutnya jauh lebih kuat. Dan secara perlahan aku tersedot masuk kedalam. Namun tiba-tiba terdengar sebuah ledakan dan makhluk tersebut mengatupkan mulutnya sembari menariknya menjauh dariku. Namun gerakan majunya menghempaskanku ketubuh besarnya. Aku terguling-guling tak menentu disepanjang sisi tubuhnya. Dan sesaat nyaris terserempet dinding gedung. Aku terhempas menjauh dari makhluk tersebut. Tiba-tiba ada yang menghentak tubuhku dan menariknya.
BRAKK!!
“Apa yang kau lakukan didalam lautan!? Sudah bosan hidup, apa!?” bentak sebuah suara.
Aku terbatuk saat udara pertama memasuki tenggorokanku. Aku mengerjap dan melihat sekeliling. Ruangan kecil berlantaikan lempeng besi dengan dinding dan atap melengkung menyatu membatasi air untuk masuk kedalam. Kusentuhkan jari pada dinding tak kasat mata tersebut. Dinding air tersebut beriak saat jariku menyentuhnya.
“Sial! Dimana makhluk itu!!” seru sebuah suara disampingku.
Kupalingkan pandangan. Kulihat disana berdiri seseorang dengan uban dikepalanya. Tubuhnya tinggi kekar. Otot-otot yang bertonjolan di beberapa bagian tubuhnya mengaburkan kerentanan usianya. Terdapat dua kabel putih yang ujung-ujungnya menempel pada kedua sisi pelipisnya.
“Dimana saya? Siapa anda?” tanyaku.
Orang tersebut setengah berpaling dan berkata, “Sepertinya kau bukan orang sini.”
“Dimana ini?” tanyaku lagi.
“Kota Semarang. Semarang lama. Semarang yang tertutup air,” jawabnya pelan sembari berpaling kembali.
Tertutup air?? Ribuan tanya terbentuk dibenakku. Namun semua sirna ketika orangtua tersebut kembali berseru.
“Disana kau rupanya!!”
Sontak aku mendongakkan kepala. Ikan raksasa yang sebelumnya menyerangku, kini berenang dengan cepat kearah kami. Mulutnya segera terbuka lebar menampakkan sederetan gigi-gigi tajam yang berkilat diterpa lampu penerangan kapal. Arus masuk segera tercipta dan menarik kapal kedalam mulutnya.
“Pegangan yang erat!!” seru orangtua tersebut.
Dan kapal segera bergerak memutar kesamping. Kapal terus berputar-putar menghindari lahapan mulut raksasa tersebut. Aku terhantam kesisi kanan kapal, namun anehnya tidak terlempar keluar kapal. Tepat saat mulut makhluk tersebut mengatup, kapal sudah berada di luar jangkauan. Makhluk tersebut terus berenang maju.
“Takkan kubiarkan kau lolos!” gumam pria tua tersebut.
Kapal segera bergerak maju mengikuti makhluk tersebut. Ayunan ekor ikan raksasa tersebut menciptakan arus yang menahan kecepatan kapal melambat. Kapal bergerak keatas, kebawah, kesamping, menghindari gelombang yang diciptakan ekor ikan tersebut. Satu torpedo dilepaskan. Namun tidak mengenai makhluk tersebut. Torpedo menghantam gedung disisi makhluk tersebut, membuatnya berenang berlawanan arah dengan ledakan. Kapal terus bergerak mengejar sang ikan dengan kegesitan luarbiasa.
“Hei! Bantu aku!” serunya. “Ambil gagang besi di belakang!”
Aku mengangguk. Diantara gerakan kapal yang tak menentu, keseimbangan merupakan hal yang sulit untuk dilakukan.
“Bisakah kau stabilkan dulu benda ini? Aku tak bisa berdiri,” protesku.
“Tak perlu berdiri. Berbalik saja,” ujarnya.
Dengan susah payah aku menurutinya. Namun semuanya sia-sia. Yang terjadi hanyalah badanku yang terbanting kesana kemari. Sepertinya orangtua tersebut akhirnya simpati juga pada kesusahanku. Segera kapal bergerak menjauhi ekor ikan tersebut dan dengan cepat kembali bergerak searah dengan arah berenang ikan tersebut.
“Cepat lakukan!” bentaknya sembari setengah memalingkan wajahnya.
Walaupun kecepatan kapal tersebut cenderung tinggi, namun setidaknya aku tidak merasa kesulitan untuk menuruti kemauannya. Aku membalikkan badan sembari setengah berdiri. Kulayangkan pandangan menjelajahi dinding logam yang terdapat dihadapanku. Terdapat dua batang logam yang agak mencuat di kiri dan kanan dinding tersebut. Kutarik keduanya secara perlahan. Getaran kecil segera terasa.
“Bagus! Sekarang cobalah untuk berdiri sambil menghadap kearahku,” katanya.
Dengan susah payah, aku berbalik dan berdiri menghadapnya. Sekonyong-konyong kurasakan kedua telapak kakiku di ikat lempeng logam yang terlihat sangat kuat. Lempeng yang sama mengikat kedua telapak kaki orangtua tersebut. Di balik lantai logam terlihat sepasang tangan logam. Keduanya menggenggam batang logam, sekitar dua jengkal panjangnya. Pada ujung batang logam tersebut mencuat tiga batang logam yang lebih kecil ukurannya namun lebih panjang serta tidak sepenuhnya lurus. Terdapat lekukan kedalam di bagian tengahnya. Ketiganya bergerak berpilin dan bersamaan dengan itu muncul garis cahaya dari pangkal logam kecil hingga ujungnya. Garis sinar tersebut berpilin mengikuti gerak batang-batang logam tersebut.
“Sekarang, bantu aku mengalahkan makh…… luk itu,” orangtua tersebut tersentak kaget. Ia melihat kekanan, kekiri, keatas dengan gelisah. “Kemana perginya…”
Kapal bergerak melambat, dan orangtua tersebut terlihat sangat waspada. Aku yang baru mengalami situasi seperti ini, takut luarbiasa. Tiba-tiba di kanan dan kiriku terdapat gelembung-gelembung arus yang bergerak kebawah. Sebegitu kuat arusnya hingga dengan cepat menarik kapal kebawah. Orangtua tersebut menggerakkan kapal hingga hidung kapal mengarah kepermukaan. Taring-taring besar makhluk tersebut segera terlihat di kanan dan kiri kapal. Melesat dari kapal dua kawat dan menancap di dua ujung gedung tinggi. Dengan segera kapal bergerak menjauhi mulut makhluk tersebut dengan kecepatan yang luarbiasa.
Kapal terus bergerak kepermukaan dengan bantuan pendorong dan daya tarik kawat baja. Kawat tadi telah kembali ke badan kapal. Tiba-tiba kapal berhenti dan berbalik dengan cepat. Jauh dibawah sana masih terdapat ikan raksasa yang memburu kami. Makhluk tersebut dalam keadaan diam. Namun makhluk tersebut segera meluncur kearah kapal.
“Bersiaplah,” ujar orangtua tersebut.
Jarak kapal dengan ikan tersebut semakin dekat. Seperti ada gelembung-gelembung kecil berkumpul di seluruh permukaan kulit makhluk tersebut. Dua torpedo di tembakkan. Tiba-tiba gelembung-gelembung tersebut menghilang. Seperti tersedot masuk kedalam tubuh ikan tersebut. Tak berapa lama makhluk tersebut menembakkan gelombang dari keempat membran di sekitar mulutnya. Gelombang tersebut membelokkan gerak torpedo menjauh darinya.
Kapal segera melesat maju.
“Hei! Bantu aku mengatasi gelombang itu!” seru orangtua tersebut agak gugup.
Namun aku tak lagi dapat mendengar sekitar. Keadaan kalut ini menyebabkan jantungku berdegup cepat. Memompa adrenalin hingga tingkat membahayakan bagi tubuhku. Sesaat sebelum benturan terjadi. Semua menjadi sunyi. Gelap segera menyergap.
BRAKK!!
Aku terlempar kebelakang. Sudah tak terasa lagi dinding baja di belakangku. Sudah tak terasa lagi ke-solid-an dinding sekitarku. Sudah selesai pikiranku pada monster itu. Otakku terlalu lemah untuk berkompromi. Semua ketidakpastian mengepung tanpa ragu seiring senyap yang kian pengap. Mungkin inilah akhirnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar